PUISI SUFI
Pabila cinta kepada Nya tlah merasuk sukma
Dan kerinduan mendera tanpa jeda,
Maka sirnalah semua yang maujud,
Aku meminta Allah untuk menyingkirkan deritaku,
Allah menjawab: tidak,
Aku tidak mau menyingkirkannya, tapi untuk engkau kalahkan.
Aku mohon agar Allah menghilangkan cacatku,
Allah menjawab...tidak,
Jiwa adalah sempurna, badan hanyalah sementara.
Aku mohon Allah memberiku kesabaran,
Dia menjawab tidak,
Kesabaran adalah hasil dari kesulitan,
ini tidak dihadiahkan tapi dipelajari.
Aku minta Allah memberiku kebahagiaan,
Allah menjawab tidak,
Aku memberi berkah, kebahagiaan adalah upaya kamu untuk mencarinya.
Aku minta Allah dipupuskan penderitaan ini,
Allah menjawab tidak,
Penderitaan menjauhkan kamu dari duniawi,
dan membawamu berlari mendekat ke Aku.
Aku minta Allah membantuku mengasihi orang lain,
seperti Dia mengasihiku,
Allah menjawab:… aaah akhirnya kamu paham...
Solusi tanpa masalah
Bahan bakar dan listrik merupakan kebutuhan pokok bagi kenyamanan manusia yg sangat didambakan. Kebutuhan energi yang kini didominasi bahan bakar fosil terus meningkat seiring dg pemenuhannya yg semakin sulit. Pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pola konsumsi adalah faktor penyebab peningkatan kebutuhan energi tsb. Konsekuensi logis, maka terjadilah peralihan paradigma ekonomi berdasarkan energi fosil menjadi paradigma ekonomi berdasarkan energi berkelanjutan. Pemberi solusi energi tanpa masalah lingkungan.
Menuju EBT
- Home
- Hydroxy Gas dari Elektrolisa untuk Fuel saver pada Motor bakar sistem Dual fuel
- Power Accumulator and Booster
- Biogas Aneka Umpan Bahan Organik
- PENGOLAHAN BIOMASSA UNTUK BIO-OIL, ENERGI KALOR DAN LISTRIK (Uji Coba dan Kajian Literatur: Ibrahim)
- Asap Cair (Kajian Literatur)
- Screw Press untuk ekstraksi aneka minyak nabati
- Reaktor Biodiesel Mini untuk produksi biodiesel yang memenuhi SNI
- Alat Pemecah dan Pemisah Kulit Buah dan biji Aneka...
- Produksi Briket dari Bungkil Pemerahan Minyak-Lemak, Aneka tungku, kompor briket/pelet biomassa dan kompor minyak jelantah
Selasa, 26 April 2016
Jumat, 23 Januari 2015
Bangsa Kasihan (Kahlil Gibran)
Bangsa Kasihan (Kahlil Gibran)
Kasihan bangsa yang mengenakan pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak mereka panen, dan meminum anggur yang mereka tidak memerasnya.
Kasihan bangsa yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah.
Kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur, sementara menyerah padanya ketika bangun.
Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan, tidak sesumbar kecuali di reruntuhan, dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada di antara pedang dan landasan.
Kasihan bangsa yang negarawannya srigala, filosofnya gentong nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru.
Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi.
Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tahun berlalu dan orang kuatnya masih dalam gendongan.
Kasihan bangsa yang terpecah-pecah, dan masing-masing pecahan menganggap dirinya sebagai bangsa.
(dikutip dari: Kahlil Gibran, Cinta Keindahan Kesunyian, Yayasan Bentang Budaya, 1997)
Kasihan bangsa yang mengenakan pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak mereka panen, dan meminum anggur yang mereka tidak memerasnya.
Kasihan bangsa yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah.
Kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur, sementara menyerah padanya ketika bangun.
Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan, tidak sesumbar kecuali di reruntuhan, dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada di antara pedang dan landasan.
Kasihan bangsa yang negarawannya srigala, filosofnya gentong nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru.
Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi.
Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tahun berlalu dan orang kuatnya masih dalam gendongan.
Kasihan bangsa yang terpecah-pecah, dan masing-masing pecahan menganggap dirinya sebagai bangsa.
(dikutip dari: Kahlil Gibran, Cinta Keindahan Kesunyian, Yayasan Bentang Budaya, 1997)
Langganan:
Postingan (Atom)